Rahasia Lolos Interview Bukan di Kompetensi, Tapi di Koneksi
Sudah riset soal perusahaan, pakai metode STAR waktu jawab, bahkan pengalaman kerja dijelaskan dengan runtut. Rasanya aku sudah melakukan semua hal yang “harusnya benar” saat interview. Tapi tetap saja… gagal. Ternyata rahasia lolos interview bukan di kompetensi, tapi di koneksi.
Awalnya kupikir, mungkin karena aku terlalu pendiam, atau HRD-nya lebih suka kandidat yang kelihatan lebih percaya diri. Tapi setelah ngobrol dengan teman yang kerja di bidang HR, jawabannya bikin aku cukup kaget. Katanya:
“Kamu terlalu fokus bikin jawaban yang sempurna, sampai lupa hadir sebagai manusia. Interview kamu terasa terlalu formal, terlalu ‘jawab dan tanya’ nggak ada koneksi yang terbentuk.”
Dan dari situ aku sadar, ternyata yang bikin interview berhasil bukan cuma soal isi jawaban. Tapi juga soal nyambung secara personal. Bukan tentang terlihat pintar, tapi terasa hangat. Bukan tentang siapa paling kompeten di atas kertas, tapi siapa yang bisa membangun koneksi.
Koneksi Nggak Dibangun dari Script
Studi dari Journal of Applied Psychology (Levashina et al., 2014) menunjukkan bahwa pewawancara lebih cenderung memilih kandidat yang disukai secara interpersonal daripada yang hanya “paling kompeten di atas kertas”.
Artinya, kamu bisa jadi kandidat yang paling memenuhi syarat, tapi tetap ditolak kalau kamu gagal membangun koneksi saat interview.
Kita kadang terlalu fokus cari “jawaban paling sempurna”. Tapi nyatanya, pewawancara bukan robot yang butuh data. Selama ini kita diajari latihan jawab, bukan latihan nyambungin rasa. Padahal pewawancara juga manusia. Mereka nggak cuma ngecek checklist kualifikasi, tapi juga mikir:
Enak nggak ya kerja bareng orang ini nanti?
Dia bisa ngerti dan kerja bareng tim kita nggak ya?
Kok dia kelihatan nggak dengerin, ya?
Yang sering luput disadari, banyak kandidat gagal bukan karena kurang kompeten, tapi karena gagal membangun koneksi emosional saat interview.
Berikut ini 6 cara latih diri biar nggak cuma jago ngomong, tapi juga jago bangun koneksi;
1. Bicara tentang mereka, bukan cuma tentang kamu.
Banyak orang menganggap interview adalah ajang “menjual diri”. Padahal, pewawancara juga ingin tahu, apakah kamu benar-benar paham posisi dan perusahaan yang kamu lamar?
Alih-alih fokus sepenuhnya pada pencapaian pribadi, cobalah untuk menunjukkan bahwa kamu sudah melakukan riset. Kamu bisa menyampaikan insight seperti:
“Saya lihat perusahaan ini sedang banyak inisiatif di bidang XYZ. Itu yang menarik buat saya karena cukup relate dengan pengalaman saya waktu menangani (proyek serupa).”
Pernyataan seperti ini menunjukkan bahwa kamu tidak hanya siap secara teknis, tapi juga punya minat tulus terhadap peran dan perusahaan yang dituju.
2. Latih kemampuan menyimak dan menanggapi secara tulus
Menyimak bukan hanya soal mendengar, tapi juga memahami, merespons, dan membangun percakapan yang alami. Saat pewawancara berbagi informasi, jangan sekadar menunggu giliran bicara. Beri tanggapan aktif, misalnya:
“Wah, menarik juga ya. Saya belum pernah kepikiran kalau tantangan posisi ini justru ada di (aspek X).”
Momen-momen seperti ini justru sering menjadi titik balik. Ketika kamu bisa menangkap insight dari pewawancara dan merespons dengan tulus, suasana interview akan terasa lebih hidup dan dua arah.
lanjut baca :
Personal Branding: A Secret Weapon to Get Noticed By Interviewers
6 Struktur Jawaban Interview “Kenapa Kamu Tertarik dengan Posisi Ini?”
3. Jaga kontak mata
Kontak mata adalah bentuk komunikasi non-verbal yang bisa menunjukkan ketertarikan dan rasa hormat. Jangan terus menunduk atau menatap kosong ke kejauhan. Tapi juga hindari tatapan yang terlalu intens.
Jaga keseimbangan; fokus, tenang, dan pastikan kamu hadir secara penuh dalam percakapan. Hal kecil ini bisa membangun rasa percaya secara instan.
4. Ajukan pertanyaan, tapi bukan basa-basi
Saat diberi kesempatan untuk bertanya, gunakan momen itu untuk memperdalam percakapan. Pertanyaan seperti:
“Apa ekspektasi terbesar perusahaan untuk posisi ini dalam 3 bulan pertama?” menunjukkan bahwa kamu serius, ingin tahu lebih dalam, dan siap untuk langsung memberikan kontribusi.
Pertanyaan bermakna bisa menciptakan diskusi dua arah dan menunjukkan bahwa kamu bukan hanya pelamar, tapi calon rekan kerja yang potensial.
5. Jadi diri sendiri
Sering kali, kandidat merasa harus tampil sempurna, terlihat pintar, santai, ambisius, semua sekaligus. Tapi justru hal ini bisa terasa tidak otentik dan mudah terbaca oleh pewawancara.
Jika kamu orang yang cenderung tenang, introvert, atau belum tahu semua jawaban nggak apa-apa. Yang penting kamu jujur dan sadar diri. HR lebih menghargai keaslian dan kejujuran dibanding persona yang dibuat-buat.
Mau latihan real-time & dapet feedback jujur?
Aku sendiri ngerasain banget manfaatnya pas latihan pakai Elwyn.ai. Bukan sekadar simulasi interview biasa, tapi roleplay yang beneran terasa kayak ngobrol sama orang asli. Kamu bisa uji gaya komunikasi, dapet feedback yang jujur, dan tahu bagian mana yang masih kaku atau terlalu scripted.
Yang paling kerasa? Aku jadi sadar kalau koneksi itu dibangun dari hal-hal kecil; cara menyimak, jeda waktu saat ngomong, pilihan kata, bahkan nada suara.
Kalau kamu udah capek denger “kita akan hubungi kembali” tapi nggak pernah dapet kabar lagi, mungkin ini saatnya ganti strategi. Bukan dengan ngehapal lebih banyak jawaban, tapi dengan belajar hadir sebagai dirimu sendiri. Dan Elwyn.ai bisa bantu kamu latihan itu. Realistis, aman, dan bisa kamu ulang kapan aja sampai kamu nemu gaya yang paling nyambung.
Karena yang bikin kamu lolos interview, sering kali bukan jawaban terbaik, tapi cara kamu bikin mereka merasa: “kayaknya orang ini bakal enak diajak kerja bareng.”